Rabu, 21 Mei 2014

sujud sahwi

Bacaan Sujud Sahwi by Ammi Nur Baits May 26, 2011 doa-sujud-sahwi Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum, Ustadz. Saya ingin bertanya; bagaimana bacaan ketika sujud sahwi yang benar, dan apa dalilnya? Syukran, Ustadz. Abu Fadhl (jank.**@***.com) Jawaban: Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Terdapat riwayat yang tersebar di masyarakat tentang bacaan sujud sahwi, dengan lafal, “Subhana man la yanamu wa la yashu (Mahasuci Dzat yang tidak tidur dan tidak lupa).” Akan tetapi, perlu Anda ketahui bahwa bacaan ini tidak ada dalilnya, baik dari Alquran, hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maupun perbuatan para sahabat. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “Doa ini tidak ditemukan di kitab hadis mana pun.” (Lihat Talkhis Al-Khabir, 2:88) Tidak ada doa khusus ketika sujud sahwi, sehingga bacaannya adalah sebagaimana bacaan sujud ketika shalat, misalnya: Subhana Rabbiyal A’la. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Dan hendaklah dia membaca di dalam sujud (sahwi)-nya bacaan yang diucapkan di dalam sujud ketika shalat, karena sujud sahwi tersebut merupakan sujud yang disyariatkan serupa dengan sujud di dalam shalat.” (Al-Mughni, 2:432–433) Abu Muhammad bin Hazm (Ibnu Hazm) rahimahullah berkata, “Orang yang bersujud sahwi harus membaca, di dalam kedua sujudnya, “‘Subhana Rabbiyal A’la,’ berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), ‘Jadikanlah ia (bacaan itu) di dalam sujudmu.’” (Al-Muhalla, 4:170) Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah). Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Baca Selanjutnya »

Bolehkah Melamakan Sujud Terakhir dengan Doa Buatan Sendiri ?

Fauzan Qalam Ardhi ( Pemuda Muhammadiyah ) Sumber : Al-qur'an dan sunnah referensi dari Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah Mungkin selama kita sholat, ada sebagian kawan kita,ayah,ibu saudara,waktu sujud terakhir, lama sekali sujudnya, dikarenakan berdoa (doa buatan sendiri) ketika sujud terakhir, apakah doa itu pakai bahasa indonesia/daerah/ ataupun berbahasa arab. Berikut penjelasannya: 1. *Berdoa di sujud terakhir dengan doa buatan sendiri baik dalam hati maupun dilafalkan Haruslah diketahui bahwa shalat itu adalah ibadah mahdah yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan sesuai dengan yang dituntunkan Rasulullah saw baik mengenai gerakan-gerakannya maupun bacaan-bacaannya. Hal ini sebagaimana diperintahkan Rasulullah saw dalam hadis riwayat al-Bukhari dari Malik ibn Huwairisi, bahwa Nabi bersabda: Artinya: “Salatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat saya shalat.”(Bukhary) Oleh karena itu tidak boleh kita menambah-nambah dari apa yang dituntunkan Rasululullah saw, termasuk dalam hal berdo’a ketika ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, maupun pada waktu tahiyyat. Memang ada kesan bahwa pada waktu ruku’ dan sujud kita boleh memperbanyak doa, dan terkesan doa itu tidak saja dari apa yang dituntunkan Rasulullah saw, tapi juga yang kita maui. Hal ini karena menurut Rasulullah saw, pada waktu shalat hubungan hamba dengan Allah yang paling dekat ialah ketika melakukan sujud. Oleh kanena itu kita diperintahkan banyak berdo’a pada waktu sujud tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah: “Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Hamba yang paling dekat kepada Tuhannya adalah hamba yang sedang sujud, maka perbanyaklah do’a oleh kamu sekalian pada waktu sujud.”(HR.Muslim) Namun demikian memperbanyak do’a pada waktu sujud atau ruku’ tidak berarti menambah dengan do’a yang tidak diterima dari Rasulullah saw. Memperbanyak do’a dalam hadis di atas antara lain mengandung arti mengulang-ngulang suatu do’a dalam sujud atau ruku’. Pengertian ini ditunjuki oleh hadis Nabi saw antara lain yang diriwayatkan Muslim dari Aisyah bahwa Aisyah berkata: Artinya: “Bahwasanya Rasulullah saw memperbanyak do‘a pada waktu ruku’ dan sujudnya dengan membaca: “Subhanaka Allahumma rabbana wa bihamdika Allahummagfirli”.”(HR. Muslim) bisa juga memperbanyak doa ini Artinya: “Diriwayatkan dari Hudaifah ra ia berkata: Aku pernah salat bersama Nabi saw, di dalam rukuknya beliau membaca: Subhaana rabbiyal-‘adziim dan dalam sujudnya: Subhana rabbiyal-a’la.” [HR. Muslim atau “Diriwayatkan dari Aisyah ia berkata: Bahwasanya Rasulullah saw dalam rukuk dan sujudnya beliau membaca: Subbuhun Quddusun Rabbul Malaikati war-Ruuh.” [HR. Muslim] Dalam hadis di atas yang dimaksud dengan memperbanyak do’a dengan bacaan subhanaka, ialah mengulang-ngulang bacaan do’a tersebut. Memperbanyak do’a dalam ruku’ dan sujud bisa juga berarti membaca beberapa do’a pada setiap kali ruku’ dan sujud. Memang terdapat beberapa riwayat dari Nabi saw yang menyebutkan berbagai macam bacaan (doa) pada waktu ruku’ dan sujud. Hanya saja untuk makna yang terakhir ini tidak/ belum ditemukan adanya riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi saw dalam satu kali ruku’/ sujud ada membaca berbagai macam doa. Atas dasar ini Tim Fatwa dalam memahami memperbanyak do’a cenderung kepada makna yang pertama bahwa memperbanyak doa itu dalam arti mengulang­-ngulang bacaan suatu do’a. Hanya saja yang perlu diketahui lebih lanjut bahwa memperpanjang/ memperlama ruku’ atau sujud dengan mengulang-ngulang 2. Melamakan Sujud Terakhir* Bacaan suatu do’a itu tidak berarti hanya diperlakukan khusus dalam salah satu ruku’ atau sujud, umpamanya sujud yang terakhir yang diperpanjang, melainkan memberlakukan sama dalam semua ruku’ atau sujud, karena tidak diperoleh keterangan bahwa Nabi saw hanya memperlama/ memperpanjang salah satu ruku’nya atau sujudnya saja. Justru Nabi saw menyamakan lamanya itu dalam semua ruku’ dan semua sujud, hal ini seperti yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim: Artinya: “Bahwasanya Rasulullah saw menjadikan ruku’nya dan berdirinya setelah ruku’, sujudnya dan duduknya di antara dua sujud hampir sama lamanya.” Kesimpulan 1. Kita dilarang berdoa dengan buatan sendiri ketika dalam sujud, karena itu tidak ada tuntunan. "ingat kata nabi : shalatlah kamu seperti melihatku sholat,kalau tidak sama,bearti kita tidak taat kepada nabi 2. Kita dilarang untuk melamakan sujud terakhir dibanding yang lain , karena nabi menjadikan ruku,berdirinya,sujud,duduknya, hampir sama semua lamanya , "ingat kata nabi : shalatlah kamu seperti melihatku sholat,kalau tidak sama,bearti kita tidak taat kepada nabi 3.Memperbanyak doa yang dimaksud nabi dalam sujud ialah mengulang" bacaan yang telah ia perintahkan. "ingat kata nabi : shalatlah kamu seperti melihatku sholat,kalau tidak sama,bearti kita tidak taat kepada nabi 4. Mari kita meninggalkan dan meluruskan pemahaman tentang ini . Jangan mengada-ngada perkara yang tidak ada tuntunan dari nabi dalam ibadah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat: 1) Rasul menyuruh sholat seperti ia ,Rasul memperbanyak doa dalam sujud sesuai yang ia lakukan, maka kita harus meniru dia dalam beribadah, dan jangan coba-coba membuat jalur sendiri,sehingga mendahului Allah (karena tidak diperintahkan allah) dan mendahului Rasul (karena tidak ada perintah dari Rasul) kemudian ayat di atas diperkuat hadish berikut Dari ‘Aisyah berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): "Barangsiapa yang mengada-adakan (sesuatu yang baru) dalam urusan (agama) kami ini, apa-apa yang tidak ada darinya (yang tidak kami perintahkan,) maka ia tertolak." Sholatlah kamu seperti melihat ku sholat,kalau kita membuat cara-cara baru/bacaan baru, dan tidak pula diperintahkan , maka jelas itu merupakan perkara yang tertolak. 5. Kalau mau berdoa harus sesudah salam, Karena kalau dalam sholat "ingat kata nabi : shalatlah kamu seperti melihatku sholat, kalau tidak sama, berarti kita tidak taat kepada nabi Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan tidak mengeraskan suara ! sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang melewati batas “ (al-a’raf : 55) Dan berdzikirlah dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [QS. al-A’raf (7): 205] ayat ayat ini jelas menyuruh untuk TIDAK MENGERASKAN SUARA Hai manusia, kecilkan suaramu, sebab kamu tidak menyeru kepada orang yang tuli dan jauh, melainkan kamu menyeru kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia bersamamu. [HR. Muslim] dari hadits di atas dijelaskan bahwa Rasulullah menyeru manusia untuk mengecilkan suaranya, karena yang kita seru tidaklah jauh dan tidaklah tuli.
Baca Selanjutnya »

Jumat, 29 Juli 2011

Nasehat Rasulullah SAW Menyambut Ramadhan

Saat ini bulan Sya’ban akan berakhir, dan beberapa hari lagi insya Allah kita akan memasuki bulan Ramadhan. Ramadhan merupakan tamu agung yg senantiasa kita harapkan kedatangannya. Karena itu, kita jauh2 hari hrs mempersiapkan diri guna menyambutnya.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat agung dan mulia serta satu-satunya bulan yang disebutkan namanya secara jelas di dalam Alquran. Sudah sepantasnya kaum Muslim mempersiapkan diri menghadapi kedatangannya. Sebab, persiapan menyambut kedatangan bulan Ramadhan, menjadi langkah awal yang sangat menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam meraih berbagai keutamaan yang terdapat di dalamnya.

Ramadhan sebagai tamu Allah yang istimewa. Sebab, seperti diketahui Ramadhan dihadirkan untuk membentuk manusia yang bertakwa (lihat QS al-Baqarah [2]: 183).

Ramadhan merupakan media yang sangat penting untuk meng-upgrade kualitas manusia dan meningkatkan derajatnya di sisi Allah (QS al-Hujurât [49]: 13). Ramadhan juga menjadi media yang sangat efektif untuk mendapatkan berbagai kemudahan dan kelapangan hidup dari Allah SWT (QS ath-Thalaq [65]:2). Selain itu, Ramadhan juga menjadi media bagi lahirnya keberkahan, terbukanya pintu rahmat, dan solusi bagi bangsa dan negara (QS al-A'raf [7]: 96).

Rasulullah saw dan para Sahabat sangat bersemangat menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mereka sangat serius mempersiapkan diri agar bisa memasuki bulan Ramadhan dan melakukan segala amalan di dalamnya dengan penuh keimanan, keikhlasan, semangat, giat dan tidak merasakannya sebagai beban.

Dalam menyambut bulan Ramadhan, Rasulullah selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan ketika memasuki bulan Ramadhan.

Wahai manusia, sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.

Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat..... Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin.

Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.

Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.

Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia, sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu..

Ketahuilah! Allah ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-alamin.

Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. (Sahabat-sahabat lain bertanya: “Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.”

Rasulullah meneruskan: “Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.”

Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.

Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat

Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya

Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain.

Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin k.w. berkata:
“Aku berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?”

Jawab Nabi: “Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.

Wahai manusia! sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’.”

“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.”

“Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan ( syahrul muwasah ) dan bulan Allah memberikan rizqi kepada mukmin di dalamnya.”

“Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang.”

Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu.”

“Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah) niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.”

“Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya.”

“Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya . Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.”

“Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga.” (HR. Ibnu Huzaimah).
Baca Selanjutnya »

Benahi Iman Sebelum Rhamdhan

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Dialah yang memberikan berbagai kenikmatan kepada kita, yang dzahir maupun yang batin. Dia pula yang memberikan kesempatan dan kesehatan sehingga kita bisa menegakkan perintah-perintah-Nya. Semoga Allah menambahkan kenikmatan-Nya kepada kita dengan menyampaikan kepada bulan mulia dan penuh berkah, Bulan suci Ramadhan. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliaulah Uswah Hasanah bagi umat manusia dalam ber-Islam. Beliau senantiasa beribadah kepada Allah dan bertakwa dengan sesungguhnya hingga maut menjemputnya. Dan meningkatkan amal ibadahnya berupa shalat, tilawah, shadaqah, dan berbagai amal kebajikan di bulan Ramadhan. Semoga shalawat dan salam juga dilimpahkan kepada keluarga dan para sahabatnya serta umatnya yang meniti jalan hidup dan sunnah-sunnahnya. Ramadhan sebantar lagi mendatangi kita. Tak kurang dari satu pekan, kita akan mendapat tamu yang mulia. Dia datang membawa rahmat dan keberkahan. Maka beruntunglah orang yang mendapat limpahan rahmat, memanen pahala yang banyak, dan mendapat hujan ampunan pada bulan tersebut. Bulan Ramadhan adalah bulan shiyam, qiyam, dan tilawatul Qur’an. Ramadhan juga dikenal sebagai bulan shadaqah, kebajikan, dilipat gandakan pahala, dikabulkannya doa, bulan ampunan dan pembebasan dari neraka. Di bulan tersebut dibukan pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka, bahkan syetanpun dibelenggu. Pada bulan Ramadhan ini, Allah Yang Maha Pemurah berderma kepada para hamba-Nya dengan berbagai pemberian yang banyak dan melebihkannya bagi para wali-Nya yang giat beribadah kepada-Nya. Kunci Shiyam dan Qiyam Ramadhan Berpahala Besar Kunci didapatkannya pahala besar dan ampunan saat menjalankan shiyam Ramadhan dan qiyamnya dijelaskan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim) مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim) Maksud Imanan wa Ihtisaban Imanan wa Ihtisaban menjadi syarat seorang muslim mendapat pahala dan keutamaan-keutamaan yang dijanjikan, ampunan dosa dalam menjalankan puasa. Lalu apa maksud dari dua kata yang menjadi syarat tersebut? Menurut al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah, “Maksud iman di situ adalah keyakinan dengan kebenaran kewajiban puasa padanya. Sedangkan ihtisab, meminta pahala dari Allah Ta’ala.” Sementara menurut Imam al-Khathabi rahimahullah: “Ihtisab maknanya ‘azimah, yaitu dia berpuasa dengan berharap pahalanya dengan memperhatikan kebaikan bagi dirinya tanpa memberatkan pada puasanya dan tidak pula memperpanjang hari-harinya.” (Fathul Baari: 6/138 dari Maktabah Syamilah) Menurut Imam Nawawi rahimahullah, makna iman: membenarkan bahwa dia itu benar dan berharap keutamaannya. Sedangkan makna Ihtisaban, dia berharap kepada Allah Ta’ala semata, tidak berharap penilaian orang dan harapan-harapan lain yang menyalahi ikhlas. (Syarh Nawawi ‘ala Muslim, no. 1266) Yang pada ringkasnya, bahwa yang memotifasi dia untuk menjalankan puasa dan qiyam Ramadhan adalah keimanannya kepada Allah, membenarkan janji-janji-Nya dan berharap pahala dari Allah ‘Azza wa Jalla semata. Dan siapa yang menjalankan puasa Ramadhan dan qiyamnya sesuai dengan ketentuannya, dia beriman kepada Allah dan kepada apa saja yang Allah wajibkan baginya, di antaranya ibadah puasa; dan berharap pahala dan ganjaran dari-Nya, maka ia diberi ampunan atas dosa-dosa yang telah dikerjakannya. Iman Sebagai Syarat Sah dan Diterimanya Amal Ibadah Sebenarnya bukan puasa saja yang akan sah dan diterima bila didasarkan pada iman. Semua ibadah juga begitu, tidak sah dan diterima bila kehilangan iman. Oleh sebab itu, penting sekali kita menjaga keimanan ini. Jangan sampai ia rusak dengan kesyirikan dan kekufuran, karena keduanya akan membatalkan seluruh amal ketaatan, di antaranya shiyam. Allah Ta’ala berfirman, مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Nahl: 97) Iman dan amal shalih dalam ayat ini, menjadi syarat untuk diterimanya amal ibadah, yang karena itu akan memperoleh kehidupan yang baik di dunia dan balasan yang lebih baik di akhriat, yaitu surga. Sedangkan dasar bahwa syirik adalah penghapus seluruh amal, adalah firman Allah Ta’ala: وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.”(QS. az-Zumar: 65-66) Allah Ta’ala berfirman tentang para nabi dan rasul-Nya, وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 88) Sedangkan amal shalih orang yang tidak beriman, alias kafir, tidak akan pernah diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman tentang amal baik mereka, وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23) Hakikat Iman Iman dalam term ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah pembenaran dengan batin, ikrar dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan. Iman menurut paham yang lurus ini, juga bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Jadi perilaku seorang mukmin akan mempengaruhi imannya. Pada prinsipnya, iman adalah membenarkan kabar berita dan tunduk kepada syari’at. Karena itu, barangsiapa yang dalam hatinya tidak ada pembenaran dan sikap tunduk, maka bukan sebagai seorang muslim. Penyempurna iman yang wajib adalah dengan melaksanakan perkara-perkara wajib dan meninggalkan perkara-perkara haram. Sedangkan penyempurnanya yang bersifat sunnah adalah dengan melaksanakan amalan-amalan sunnah dan meninggalkan yang makruh serta menjaga diri dari yang syubhat. Orang-orang yang memisahkan amal dalam hakikat iman dan membatasinya pada pembenaran saja, mereka itu orang yang batil (sesat). Sebabnya, karena iman tidak akan terwujud dengan hanya meyakini kebenaran ajaran yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja. Banyak orang yang memiliki keyakinan seperti ini tapi tidak lantas menjadi orang beriman. Terwujudnya iman harus terkumpul dua hal: keyakinan terhadap kebenaran dan adanya kecintaan dan ketundukan dalam hati. Allah Ta’ala berfirman: فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. Al Nisa’: 59) Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang tidak mau mengembalikan urusannya kepada Allah dan Rasul-Nya tidak termasuk orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Di dalamnya terdapat bukti jelas bahwa iman tidak terakui hanya dengan membenarkan kabar berita saja. Iman bukan ucapan semata, tapi harus disertai dengan ketundukan kepada syari’at dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menjalankan ketetapannya. Allah Ta’ala berfirman فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. Al Nisa’: 65) Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala bersumpah dengan Diri-Nya yang Mahamulia dan Maha suci, bahwa seseorang tidaklah beriman sehingga dia menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim dalam semua urusannya. Apa yang diputuskannya maka itulah kebenaran yang wajib ditaati lahir dan batin. Hal ini juga menguatkan bahwa iman tidak tegak hanya dengan membenarkan kabar berita semata, tapi harus juga dengan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim dan tidak berberat hati (harus legowo) terhadap keputusannya. Kalau sudah seperti ini, maka tergaklah keimanan. Bahkan pada beberapa ayat sebelumnya, Allah membatalkan iman orang-orang munafikin yang mengaku beriman kepada Al-Qur’an dan kitab-kitab yang Allah turunkan sebelumnya, namun ia tidak mau tunduk kepada hukum-hukum yang terkandang di dalamnya. Lebih parah lagi, saat diseru untuk menjalankan syariat, mereka menjadi orang pertama yang menentangnya. أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. Ali Imran: 60-61) Dalam ayat lain, Allah Ta’ala juga membatalkan iman mereka yang mengaku beriman dengan lisannya kemudian perbuatannya menyalahi konsekuensi ucapan mereka, yaitu mereka berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya. وَيَقُولُونَ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ “Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. Al Nuur: 47)

. . . Belum cukup juga hanya meyakini, satu-satunya agama dan syariat yang diridhai Allah hanyalah Islam. Tapi tidak mau menjadikannya sebagai aturan yang mengatur kehidupannya. . .

Dari keterangan di atas, menunjukkan sangat jelas, bahwa belum cukup kita hanya mengetahui dan mengakui Islam saja ajaran yang benar, sedangkan selain Islam salah dan batil. Belum cukup juga hanya meyakini, satu-satunya agama dan syariat yang diridhai Allah hanyalah Islam. Tapi tidak mau menjadikannya sebagai aturan yang mengatur kehidupannya. Allah T’ala berfirman tentang orang-orang Yahudi yang mengenal kebenaran Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawanya, الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 146) Pengenalan hati semata tidak dikatakan iman jika perkataan lisan dan perbuatan menyelisihinya. Karenanya, para ulama ahli kitab dari kalangan Yahudi mengenal kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri, tapi mereka menyembunyikan kebenaran tersebut dan menentangnya sehingga mereka merugi di dunia dan akhirat. Semua itu menunjukkan bahwa ilmu (pengetahuan) dan menyampaikan pengetahuan tersebut tidak menjadikan seseorang beriman sehingga mengucapkan kalimat iman dengan bentuk pernyataan untuk komitmen dan patuh. Seandainya iman hanya sekedar keyakinan dalam hati niscaya Iblis, Fir’aun beserta kaumnya, dan orang-orang Yahudi yang mengenal Nabi Muhammad sebagaimana mereka mengenal anak kandung mereka sendiri sebagai mukminin mushaddiqin (orang-orang beriman yang membenarkan keimanan mereka). Mustahil, orang berakal akan mengucapkan kalimat semacam ini. Lebih dari itu, bila ada orang yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku tahu engkau adalah benar, tapi aku tidak mau mengikutimu sebaliknya aku akan memusuhimu, membencimu, dan menyalahi perintahmu,” lalu dikatakan sebagai orang beriman yang sempurna imannya, karena sudah mengikrarkan kebenaran dengan lisannya. Kalimat semacam ini tidak akan pernah keluar dari mulut seseorang yang masih sehat akalnya.

. . . Seandainya iman hanya sekedar keyakinan dalam hati niscaya Iblis, Fir’aun beserta kaumnya, dan orang-orang Yahudi yang mengenal Nabi Muhammad sebagaimana mereka mengenal anak kandung mereka sendiri sebagai mukminin mushaddiqin . . .

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى “Setiap umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan (tidak mau)? Para sahabat bertanya, “Ya Rasulallah, siapa orang yang enggan itu?” beliau menjawab, “Siapa yang mentaatiku akan pasti masuk surga sedangkan orang yang durhaka kepadaku benar-benar telah enggan (masuk surga).” (HR. Bukhari) Maka siapa yang menolak untuk mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan membelakangi petunjuk kebenaran yang beliau bawa, maka menjadi ahli neraka, walau dia meyakini kebenaran risalah beliau dalam hatinya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa takdzib (mendustakan ayat-ayat Allah) dan sombong dengan tidak mau menerima hukum-hukum-Nya termasuk bab kekufuran dan pembatal iman. Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” (QS. Al A’raaf: 40)

. . . Barangsiapa yang menolak hukum Allah dan menolak untuk tunduk patuh terhadap risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (syariat Islam), maka sungguh telah batal imannya. Dan jika batal iman, maka tidak dianggap sah dan tidak akan diterima amal ibadah yang dikerjakannya, di antaranya shiyam Ramadhan.

Dan yang serupa dengan takdzib adalah sikap menolak dan enggan melaksanakan perintah Allah dan tunduk terhadap syariat-Nya. Barangsiapa yang menolak hukum Allah dan menolak untuk tunduk patuh terhadap risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (syariat Islam), maka sungguh telah batal imannya. Dia telah keluar dari agama sebagaimana yang telah diterangkan dalam nash-nash yang telah lalu. Dan jika batal iman, maka tidak dianggap sah dan tidak akan diterima amal ibadah yang dikerjakannya, di antaranya shiyam Ramadhan. Maka mari kita benahi iman sebelum tiba Ramadhan, dengan meyakini kebenaran Islam semata dan kewajiban tunduk dan patuh kepada syariatnya. Wallahu Ta’ala a’lam. [PurWD/voa-islam.com] Oleh: Badrul Tamam
Baca Selanjutnya »

Senin, 28 Maret 2011

Dahsyatnya Sedekah!

Kedatangan bulan Ramadhan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan ditawarkan di bulan ini. Pahala diobral, ampunan Allah bertebaran memenuhi setiap ruang dan waktu. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari penghitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut Ramadhan. Insan yang menyadari betapa dosa melumuri dirinya, tidak ada rasa kecuali bahagia akan kedatangan bulan Ramadhan.

Mukmin Sejati Itu Dermawan

Salah satu pintu yang dibuka oleh Allah untuk meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan adalah melalui sedekah. Islam sering menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah. Dan bulan Ramadhan, amalan ini menjadi lebih dianjurkan lagi. Dan demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin, yaitu dermawan. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan bahkan memberi contoh kepada umat Islam untuk menjadi orang yang dermawan serta pemurah. Ketahuilah bahwa kedermawanan adalah salah satu sifat Allah Ta’ala, sebagaimana hadits:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 1744)

Dari hadits ini demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelit dan bakhil adalah akhlak yang buruk dan bukanlah akhlak seorang mukmin sejati. Begitu juga, sifat suka meminta-minta, bukanlah ciri seorang mukmin. Bahkan sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah orang yang memberi dan tangan yang dibawah adalah orang yang meminta.” (HR. Bukhari no.1429, Muslim no.1033)

Selain itu, sifat dermawan jika di dukung dengan tafaqquh fiddin, mengilmui agama dengan baik, sehingga terkumpul dua sifat yaitu alim dan juud (dermawan), akan dicapai kedudukan hamba Allah yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Dunia itu untuk 4 jenis hamba: Yang pertama, hamba yang diberikan rizqi oleh Allah serta kepahaman terhadap ilmu agama. Ia bertaqwa kepada Allah dalam menggunakan hartanya dan ia gunakan untuk menyambung silaturahim. Dan ia menyadari terdapat hak Allah pada hartanya. Maka inilah kedudukan hamba yang paling baik.” (HR. Tirmidzi, no.2325, ia berkata: “Hasan shahih”)

Keutamaan Bersedekah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah. Terdapat ratusan dalil yang menceritakan keberuntungan, keutamaan, kemuliaan orang-orang yang bersedekah. Ibnu Hajar Al Haitami mengumpulkan ratusan hadits mengenai keutamaan sedekah dalam sebuah kitab yang berjudul Al Inaafah Fimaa Ja’a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, meskipun hampir sebagiannya perlu dicek keshahihannya. Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil-dalil tersebut dan ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah.

Diantara keutamaan bersedekah antara lain:

1. Sedekah dapat menghapus dosa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614)

Diampuninya dosa dengan sebab sedekah di sini tentu saja harus disertai taubat atas dosa yang dilakukan. Tidak sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, mengambil harta anak yatim, dan sebelum melakukan hal-hal ini ia sudah merencanakan untuk bersedekah setelahnya agar ‘impas’ tidak ada dosa. Yang demikian ini tidak dibenarkan karena termasuk dalam merasa aman dari makar Allah, yang merupakan dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:

“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99)

2. Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari akhir.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang 7 jenis manusia yang mendapat naungan di suatu, hari yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah, yaitu hari akhir. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:

“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1421)

3. Sedekah memberi keberkahan pada harta.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)

Apa yang dimaksud hartanya tidak akan berkurang? Dalam Syarh Shahih Muslim, An Nawawi menjelaskan: “Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud disini mencakup 2 hal: Pertama, yaitu hartanya diberkahi dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta menjadi ‘impas’ tertutupi oleh berkah yang abstrak. Ini bisa dirasakan oleh indera dan kebiasaan. Kedua, jika secara dzatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut ‘impas’ tertutupi pahala yang didapat, dan pahala ini dilipatgandakan sampai berlipat-lipat banyaknya.”

4. Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.

Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)

5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah.

“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)

6. Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim no.223)

An Nawawi menjelaskan: “Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)”

7. Sedekah dapat membebaskan dari siksa kubur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)

8. Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kalian dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”)

9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan yang bagus tentang orang yang dermawan dengan orang yang pelit:

“Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa.” (HR. Bukhari no. 1443)

Dan hal ini tentu pernah kita buktikan sendiri bukan? Ada rasa senang, bangga, dada yang lapang setelah kita memberikan sedekah kepada orang lain yang membutuhkan.

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang mengabarkan tentang manfaat sedekah dan keutamaan orang yang bersedekah. Tidakkah hati kita terpanggil?

Kedermawanan Rasulullah di Bulan Ramadhan

Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)

Dari hadits di atas diketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada dasarnya adalah seorang yang sangat dermawan. Ini juga ditegaskan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling berani dan paling dermawan.” (HR. Bukhari no.1033, Muslim no. 2307)

Namun bulan Ramadhan merupakan momen yang spesial sehingga beliau lebih dermawan lagi. Bahkan dalam hadits, kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan melebihi angin yang berhembus. Diibaratkan demikian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus cepat. Dalam hadits juga angin diberi sifat ‘mursalah’ (berhembus), mengisyaratkan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki nilai manfaat yang besar, bukan asal memberi, serta terus-menerus sebagaimana angin yang baik dan bermanfaat adalah angin yang berhembus terus-menerus. Penjelasan ini disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari.

Oleh karena itu, kita yang mengaku meneladani beliau sudah selayaknya memiliki semangat yang sama. Yaitu semangat untuk bersedekah lebih sering, lebih banyak dan lebih bermanfaat di bulan Ramadhan, melebihi bulan-bulan lainnya.

Dahsyatnya Sedekah di Bulan Ramadhan

Salah satu sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi teladan untuk lebih bersemangat dalam bersedekah di bulan Ramadhan adalah karena bersedekah di bulan ini lebih dahsyat dibanding sedekah di bulan lainnya. Diantara keutamaan sedekah di bulan Ramadhan adalah:

1. Puasa digabungkan dengan sedekah dan shalat malam sama dengan jaminan surga.

Puasa di bulan Ramadhan adalah ibadah yang agung, bahkan pahala puasa tidak terbatas kelipatannya. Sebagaimana dikabarkan dalam sebuah hadits qudsi:

“Setiap amal manusia akan diganjar kebaikan semisalnya sampai 700 kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’” (HR. Muslim no.1151)

Dan sedekah, telah kita ketahui keutamaannya. Kemudian shalat malam, juga merupakan ibadah yang agung, jika didirikan di bulan Ramadhan dapat menjadi penghapus dosa-dosa yang telah lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Orang yang shalat malam karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.37, 2009, Muslim, no. 759)

Ketiga amalan yang agung ini terkumpul di bulan Ramadhan dan jika semuanya dikerjakan balasannya adalah jaminan surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya di surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah makanan, berpuasa, dan shalat dikala kebanyakan manusia tidur.” (HR. At Tirmidzi no.1984, Ibnu Hibban di Al Majruhin 1/317, dihasankan Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/47, dihasankan Al Albani di Shahih At Targhib, 946)

2. Mendapatkan tambahan pahala puasa dari orang lain.

Kita telah mengetahui betapa besarnya pahala puasa Ramadhan. Bayangkan jika kita bisa menambah pahala puasa kita dengan pahala puasa orang lain, maka pahala yang kita raih lebih berlipat lagi. Subhanallah! Dan ini bisa terjadi dengan sedekah, yaitu dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)

Padahal hidangan berbuka puasa sudah cukup dengan tiga butir kurma atau bahkan hanya segelas air, sesuatu yang mudah dan murah untuk diberikan kepada orang lain.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa dengan beberapa ruthab (kurma basah), jika tidak ada maka dengan beberapa tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi, 696)

Betapa Allah Ta’ala sangat pemurah kepada hamba-Nya dengan membuka kesempatan menuai pahala begitu lebarnya di bulan yang penuh berkah ini.

3. Bersedekah di bulan Ramadhan lebih dimudahkan.

Salah satu keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan adalah bahwa di bulan mulia ini, setiap orang lebih dimudahkan untuk berbuat amalan kebaikan, termasuk sedekah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia mudah terpedaya godaan setan yang senantiasa mengajak manusia meninggalkan kebaikan, setan berkata:

“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Qs. Al A’raf: 16)

Sehingga manusia enggan dan berat untuk beramal. Namun di bulan Ramadhan ini Allah mudahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Jika datang bulan Ramadhan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no.3277, Muslim no. 1079)

Dan pada realitanya kita melihat sendiri betapa suasana Ramadhan begitu berbedanya dengan bulan lain. Orang-orang bersemangat melakukan amalan kebaikan yang biasanya tidak ia lakukan di bulan-bulan lainnya. Subhanallah.

Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar. Karena yang mendasari keyakinan ini adalah hadits yang lemah, yaitu hadits:

“Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (ibadah) di dalamnya lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu’). Barangsiapa (pada bulan itu) mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong, di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin bertambah (ditambah). Barangsiapa (pada bulan itu) memberikan buka kepada seorang yang berpuasa, maka itu menjadi maghfirah (pengampunan) atas dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa (itu) sedikitpun.” Kemudian para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan sebagai buka orang yang berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan buka dari sebutir kurma, atau satu teguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah (no. 1887) dan Al Ash-habani dalam At Targhib (178). Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115), juga oleh Dhiya Al Maqdisi di Sunan Al Hakim (3/400), bahkan dikatakan oleh Al Albani hadits ini Munkar, dalam Silsilah Adh Dhaifah (871).

Ringkasnya, walaupun tidak terdapat kelipatan pahala 70 kali lipat pahala ibadah wajib di luar bulan Ramadhan, pada asalnya setiap amal kebaikan, baik di luar maupun di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan oleh Allah 10 sampai 700 kali lipat. Berdasarkan hadits:

“Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.” (HR. Muslim no.1955)

Oleh karena itu, orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat karena sedekah adalah amal kebaikan, kemudian berdasarkan Al A’raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah. Kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah. Lalu jika ia mengiringi amalan sedekahnya dengan puasa dengan shalat malam, maka diberi baginya jaminan surga. Kemudian jika ia tidak terlupa untuk bersedekah memberi hidangan berbuka puasa bagi bagi orang yang berpuasa, maka pahala yang sudah dilipatgandakan tadi ditambah lagi dengan pahala orang yang diberi sedekah. Jika orang yang diberi hidangan berbuka puasa lebih dari satu maka pahala yang didapat lebih berlipat lagi. Subhanallah…

Ayo jangan tunda lagi…

***

Penulis: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
Baca Selanjutnya »

Rabu, 23 Februari 2011

Alam Jin dan dunia misteri dalam perpekstif sunnah wal jamaah

Didalam keseharian kita sering kita jumpai hal-hal mistik sebagai alternatif pengobatan yang tidak bisa diterima oleh akal dan logika kita.Bagaimana kita bisa membedakan mana yang pengobatan alternatif yang di ridhoi oleh Allah dan pengobatan yang dilakukan oleh jin yang sifatnya membawa kita pada kesirikan.
Dibawah ini bisa di download sebuah ceramah sebagai penambah pengetahuan kita mengenai alam jin dan dunia misteri.
Mohon komentar dari teman-teman sebagai tambahan ilmu karena tak ada manusia yang sempurna.Download disini
Baca Selanjutnya »

Minggu, 20 Februari 2011

Merenungi makna Maulid Nabi Muhammad SAW

Tanggal 12 Rabiul awal yang bertepatan dengan tanggal 15 februari 2011 seluruh kaum muslimin merayakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,yang tidak lain adalah wrisan peradaban Islam yang dilakukan secara turun temurun.
tak terkecuali oleh pengurus mesjid alhidayah.
Dalam catatan historis di zaman Nabi Muhammad,ke-4 Khalifatu rasyidin serta tabiin tak pernah ada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Ada dua versi Perayaan ini dimulai yaitu
1.Pada zaman kekhalifahan Fatimah az-Zarrah,putri muhammad.Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang Shalahuddin al-ayyubi (1137-1193M)kepada Khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW,
tujuannya adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimmin dalam perjuangan membebaskan Mesjid Al-Aqsho di palestina dari cengkraman kaum Salibis yang kemudian menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat islam menggelora pada saat itu.
2.Adanya serangan dari kaum mongolia yang pada waktu itu telah hampir menguasai/mengexpansi hampir 2/3 (duapertiga) belahan dunia dan salah satu negeri yang belum bisa dikuasai adalah Irak tempat kekhalifah Fatimah berkuasa,hingga untuk membangkitkan semangat juang tentara islam maka di buatlah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Namun secara Subtansial,perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan ketelaadanan dari Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam.Tercatat disepanjang kehidupan Nabi Muhammad adalah pemimpin besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya.
Dalam konteks ini,Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat.Yakni sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani(Civil Siciety) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi,transparansi,anti kekerasan kesetaraan gender,cinta lingkungan,pluralisme,keadilan sosial,ruang batas partisipasi dan humanisme.
Aisyah ra(istri Nabi) pernah berkata bahwa perilaku Nabi Muhammad SAW adalah Al-Quran,
Akhirnya marilah kita bersama-sama dengan momen Maulid Nabi ini kita merenungi sampai dimanakah kita telah meneladani Nabi Muhammad SAW didalam kehidupan sehari-hari,sebagai seorang ayah apakah kita sudah memberikan tauladan pada anak dan istri kita,sebagai Ibu sampai dimanakah peran kita dalam pendidikan kislaman kepada anak-anak dan seterusnya.Karena bukan rahasia lagi bila kita saat ini sedang membutuhkan sosok pemimpin yang mampu merekontruksi sendi-sendi kehidupan dimasyarakat sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Intinya dengan Maulid Nabi marilah kita mengenal lebih jauh tetang kepribadian Nabis Besar Muhammad SAW denga membaca,mengikuti majlis-majlis taklim dan lainya.Karena dengan mengenalnya akan timbul perasaan sayang yang pada akhirnya akan menambah kecintaan kita kepada nabi Muhammad SAW.
Demkianlah renungan singkat dari Maulid Nabi Muhammad SAW kita kali ini,bila ada yang salah saya mohon maaf dan kepada Allah saya mohon pengampunan,akhirul kalam wabilahitaufig walhidayah,wasalamualaikum warohmatullohi wabarokatu
Dari berbagai sumber
Baca Selanjutnya »